Hakikat syirik
Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Wahai umat manusia, sembahlah (Allah) Rabb yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa. Dia itu lah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagi kalian dan langit sebagai atap dan Dia pula yang telah menurunkan air hujan dari langit sehingga mampu mengeluarkan berbagai buah-buahan sebagai rezki untuk kalian maka janganlah kalian menjadikan sekutu-sekutu bagi Allah sedangkan kalian mengetahui.” (QS. Al Baqarah : 21-22).
Di dalam ayat yang lain Allah ta’ala menyatakan secara tegas yang artinya, “Sembahlah Allah dan janganlah kalian mempersekutukan sesuatupun dengan-Nya.” (QS. An Nisaa’ : 36). Dari ayat-ayat tersebut kita mengetahui bahwa Allah melarang hamba-hamba-Nya untuk berbuat syirik atau mengangkat tandingan bagi Allah, yaitu menyembah selain Allah di samping menyembah Allah. Dengan demikian ibadah adalah salah satu kekhususan yang hanya boleh ditujukan kepada Allah, karena menujukan ibadah kepada selain Allah adalah perbuatan syirik.
Dosa yang paling besar
Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia akan mengampuni dosa di bawah tingkatan syirik bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya.” (QS. An Nisaa’ : 48, 116). Syaikh Abdurrahman bin Hasan rahimahullah berkata, “Dengan ayat ini maka jelaslah bahwasanya syirik adalah dosa yang paling besar. Karena Allah ta’ala mengabarkan bahwa Dia tidak akan mengampuninya bagi orang yang tidak bertaubat darinya…” (Fathul Majid). Ibnu Mas’ud radhiyallahu’anhu bertanya kepada Nabi, “Wahai Rasulullah, dosa apakah yang paling besar ?” Maka beliau menjawab, “Yaitu engkau mengangkat tandingan/sekutu bagi Allah (dalam beribadah) padahal Dia lah yang telah menciptakanmu.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam hadits yang lain dari Abdurrahman bin Abi Bakrah, dari ayahnya, ayahnya berkata : Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Maukah aku kabarkan kepada kalian tentang dosa besar yang paling besar ?”. Beliau bertanya sebanyak tiga kali. Para sahabat menjawab, “Mau wahai Rasulullah !” Lalu beliau bersabda, “Yaitu mempersekutukan Allah dan durhaka kepada kedua orang tua.” Lalu beliau duduk tegak setelah sebelumnya bersandar seraya melanjutkan sabdanya, “Ingatlah, begitu juga berkata-kata dusta.” Beliau mengulang-ulang kalimat itu sampai-sampai aku bergumam karena kasihan, “Mudah-mudahan beliau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim). Oleh karena itulah, Adz Dzahabi yang menulis kitab Al Kaba’ir menempatkan dosa syirik kepada Allah sebagai dosa besar nomor satu sebelum dosa-dosa yang lainnya. Beliau berkata, “Dosa besar yang terbesar adalah kesyirikan kepada Allah ta’ala..” (Al Kaba’ir)
Kezaliman yang paling zalim
Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Sungguh Kami telah mengutus para utusan Kami dengan keterangan-keterangan, dan Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca supaya manusia menegakkan keadilan” (QS. Al Hadiid : 25). Ibnul Qayyim menjelaskan bahwa di dalam ayat ni Allah memberitakan bahwa Dia mengutus para Rasul-Nya, menurunkan kitab-kitab-Nya supaya manusia menegakkan al qisth yaitu keadilan. Salah satu nilai keadilan yang paling agung adalah tauhid. Ia adalah pokok keadilan yang terbesar dan pilar penegaknya. Sedangkan syirik adalah kezaliman yang sangat besar. Sehingga syirik merupakan kezaliman yang paling zalim, sedangkan tauhid merupakan keadilan yang paling adil (Ad Daa’ wa Ad Dawaa’). Perhatikanlah firman Allah yang mulia yang mengisahkan nasehat seorang ayah yang bijak kepada puteranya, yang artinya, “Wahai puteraku, janganlah berbuat syirik kepada Allah, karena sesungguhnya syirik itu adalah kezaliman yang sangat besar.” (QS. Luqman : 13).
Ibadah adalah hak Allah, maka memperuntukkan ibadah kepada selain Allah adalah pelanggaran hak. Oleh sebab itu syirik disebut sebagai kezaliman, bahkan inilah kezaliman terbesar yang harus ditumpas oleh umat manusia! Sampai-sampai beberapa hari menjelang wafatnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam masih sempat memperingatkan umat dari bahaya syirik dalam masalah kuburan. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah melaknat kaum Yahudi dan Nasrani karena mereka menjadikan kubur-kubur Nabi mereka sebagai tempat ibadah. Ketahuilah sesungguhnya aku melarang kalian dari perbuatan itu.” ‘Aisyah mengatakan, “Beliau memberikan peringatan keras dari perbuatan mereka itu.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Pelanggaran terhadap hak Sang pencipta
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bertanya kepada Mu’adz, “Wahai Mu’adz, tahukah kamu apa hak Allah atas hamba dan hak hamba atas Allah ?” Maka Mu’adz menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.” Lalu Rasul bersabda, “Hak Allah atas hamba adalah mereka menyembah-Nya dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Sedangkan hak hamba atas Allah adalah Allah tidak akan menyiksa hamba yang tidak mepersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.”(HR. Al Bukhari dan Muslim). Syaikh Abdullah bin Shalih Al Fauzan berkata, ”Hadits ini menunjukkan bahwasanya Allah subhanahu wa ta’ala memiliki hak yang harus ditunaikan oleh para hamba. Barangsiapa yang menyia-nyiakan hak ini maka sesungguhnya dia telah menyia-nyiakan hak yang paling agung.” (Hushul Al Ma’mul)
Dosa yang tak terampuni
Seandainya seorang hamba berjumpa dengan Allah ta’ala dengan dosa sepenuh bumi niscaya Allah akan mengampuni dosa itu semua, akan tetapi tidak demikian halnya bila dosa itu adalah syirik. Allah ta’ala berfirman melalui lisan Nabi-Nya dalam sebuah hadits qudsi, “Wahai anak Adam, seandainya engkau menjumpai-Ku dengan membawa dosa kesalahan sepenuh bumi dalam keadaan tidak mempersekutukan Aku, niscaya Akupun akan menjumpaimu dengan ampunan sepenuh itu pula” (HR. Tirmidzi, disahihkan oleh Al Albani dalam Ash Shahihah 127). Bahkan, di dalam Al Qur’an Allah telah menegaskan dalam firman-Nya yang artinya, “Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni dosa yang berada di bawah tingkatan syirik bagi orang-orang yang dikehendaki-Nya” (QS. An Nisaa’ : 48 dan 116).
Ibnu Katsir rahimahullah menafsirkan ayat di atas, “Allah ta’ala mengabarkan bahwasanya Dia tidak akan mengampuni dosa syirik, artinya Dia tidak mengampuni hamba yang bertemu dengan-Nya dalam keadaan musyrik, dan (Dia mengampuni dosa yang dibawahnya bagi orang yang dikehendaki-Nya); yaitu dosa-dosa (selain syirik-pent) yang akan Allah ampuni kepada hamba-hamba yang dikehendaki-Nya.” ( Tafsir Ibnu Katsir).
Kekal di dalam neraka
Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Sesungguhnya orang-orang yang kafir dari kalangan ahli kitab dan orang-orang musyrik berada di dalam neraka Jahannam dan kekal di dalamnya, mereka itulah sejelek-jelek ciptaan.” (QS. Al Bayyinah : 6).
Dari Jabir radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Barang siapa yang berjumpa Allah dalam keadaan tidak mempersekutukan sesuatupun dengan-Nya, niscaya masuk surga. Dan barang siapa yang berjumpa Allah dalam keadaan memepersekutukan sesuatu dengan-Nya, maka dia masuk neraka.” (HR. Muslim)
Pemusnah pahala amalan
Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya orang pertama kali diadili pada hari kiamat adalah seseorang yang mati syahid di jalan Allah. Dia didatangkan kemudian diingatkan kepadanya nikmat-nikmat yang diberikan kepadanya maka dia pun mengakuinya. Allah bertanya, “Apa yang kamu lakukan dengannya ?” Dia menjawab, “Aku berperang untuk-Mu sampai aku mati syahid.” Allah berfirman, “Engkau dusta, sebenarnya engkau berperang karena ingin disebut sebagai pemberani. Dan itu sudah kau dapatkan.” Kemudian Allah memerintahkan malaikat untuk menyeretnya tertelungkup di atas wajahnya hingga dilemparkan ke dalam neraka. Kemudian ada seseorang yang telah mendapatkan anugerah kelapangan harta. Dia didatangkan dan diingatkan kepadanya nikmat-nikmat yang diperolehnya. Maka dia pun mengakuinya. Allah bertanya, “Apakah yang sudah kamu perbuat dengannya ?” Dia menjawab, “Tidaklah aku tinggalkan suatu kesempatan untuk menginfakkan harta di jalan-Mu kecuali aku telah infakkan hartaku untuk-Mu.” Allah berfirman, “Engkau dusta, sebenarnya engkau lakukan itu demi mendapatkan julukan orang yang dermawan, dan engkau sudah memperolehnya.” Kemudian Allah memerintahkan malaikat untuk menyeretnya tertelungkup di atas wajahnya hingga dilemparkan ke dalam neraka. Kemudian seorang yang menuntut ilmu dan mengajarkannya dan juga membaca Al Qur’an. Dia didatangkan kemudian diingatkan kepadanya nikmat-nikmat yang sudah didapatkannya dan dia pun mengakuinya. Allah bertanya, “Apakah yang sudah kau perbuat dengannya ?” Maka dia menjawab, “Aku menuntut ilmu, mengajarkannya dan membaca Al Qur’an karena-Mu.” Allah berfirman, ”Engkau dusta, sebenarnya engkau menuntut ilmu supaya disebut orang alim. Engkau membaca Qur’an supaya disebut sebagai Qari’.” Kemudian Allah memerintahkan malaikat untuk menyeretnya tertelungkup di atas wajahnya hingga dilemparkan ke dalam neraka.” (HR. Muslim).
Kehilangan rasa aman dan petunjuk
Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuri keimanan mereka dengan kezaliman, mereka itulah yang akan mendapatkan keamanan dan merekalah orang yang mendapatkan hidayah” (QS. Al An’aam : 82). Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud, ketika ayat ini diturunkan para sahabat mengatakan, ”Wahai Rasulullah. Siapakah di antara kita ini yang tidak melakukan kezaliman terhadap dirinya ?” Maka Rasulullah pun menjawab, ”Maksud ayat itu tidak seperti yang kalian katakan. Sebab makna,”Tidak mencampuri keimanan mereka dengan kezaliman” adalah (tidak mencampurinya) dengan kesyirikan. Bukankah kalian pernah mendengar ucapan Luqman kepada puteranya,”Wahai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, karena sesungguhnya syirik itu adalah kezaliman yang sangat besar”.” (HR. Bukhari). Semoga Allah menyelamatkan diri kita dari bahaya syirik, yang tampak maupun yang tersembunyi.
Sumber: http://abumushlih.com/bahaya-syirik.html/#more-108
Tidak ada komentar:
Posting Komentar