oleh : Prof. Dr. Abdullah al-Mushlih dan Prof. Dr. Shalah ash-Shawi
Pendahuluan
Sebab disebut
Target bursa adalah menciptakan pasar simultan dan kontinyu dimana penawaran dan permintaan serta orang-orang yang hen-dak melakukan perjanjian jual beli dipertemukan. Tentunya semua itu dapat menggiring kepada berbagai keuntungan yang sebagian diantaranya akan penulis paparkan sebentar lagi.
Namun di sisi lain juga mengandung banyak sekali unsur penzhaliman dan kriminalitas, seperti perjudian, perekrutan uang dengan cara haram, monopoli jual beli, memakan uang orang dengan batil, mempermainkan/berspekulasi dengan orang dan masyarakat. Karena disebabkan oleh bursa itu, banyak kekayaan dan potensi ekonomi yang hancur terpuruk dalam pelimbahan dalam waktu pendek, persis seperti kehancuran akibat gempa bumi atau bencana alam lainnya!
Macam-macam Transaksi Bursa Efek
Pertama: Dari Sisi Waktunya
1. Transaksi instant. Yakni transaksi dimana dua pihak pelaku transaksi melakukan serah terima jual beli secara langsung atau paling lambat 2 kali 24 jam.
2. Transaksi berjangka. Yakni transaksi yang diputuskan setelah beberapa waktu kemudian yang ditentukan dan disepakati saat transaksi. Terkadang harus diklarifikasi lagi pada hari-hari yang telah ditetapkan oleh komite bursa dan ditentukan serah terimanya di muka.
Baik transaksi instant maupun transaksi berjangka terkadang menggunakan kertas-kertas berharga, terkadang mengguna-kan barang-barang dagangan.
Yang dimaksud dengan transaksi instant adalah serah terima barang sungguhan, bukan sekedar transaksi semu, atau bukan sekedar jual beli tanpa ada barang, atau bisa diartikan ada serah terima riil.
Sementara transaksi berjangka tujuannya pada umumnya adalah hanya semacam investasi terhadap berbagai jenis harga tanpa keinginan untuk melakukan jual beli secara riil, dimana jual beli ini pada umumnya hanya transaksi pada naik turun harga-harga itu saja.
Bahkan di antara transaksi berjangka ada yang bersifat permanen bagi kedua pihak pelaku.
Mengaplikasikan sistem investasi dalam dunia bursa memberikan pengertian lain bagi sistem investasi itu tidak sebagaimana yang dikenal dalam ruang lingkup pembahasan fiqih Islam.
Kerjasama investasi dalam fiqih Islam yaitu: menyerahkan modal kepada orang yang mau berniaga dengan menerima seb-gian keuntungannya. Transaksi ini merealisasikan kesempurnaan hubungan saling melengkapi antara pemilik modal yang tidak memiliki keahlian berusaha dengan orang yang memiliki keahlian berusaha tetapi tidak memiliki modal.
Kerjasama investasi dalam dunia bursa adalah dengan mengandalkan cara jual beli atas dasar prediksi/ramalan, yakni prediksi aktivitas harga pasar untuk mendapatkan harga yang lebih.
Kedua: Dari Sisi Objek
Dari sisi objeknya transaksi bursa efek ini terbagi menjadi dua:
1. Transaksi yang menggunakan barang-barang komoditi (
2. Transaksi yang menggunakan kertas-kertas berharga (
Dalam bursa komoditi yang umumnya berasal dari hasil alam, barang-barang tersebut tidak hadir. Barter itu dilakukan dengan menggunakan barang contoh atau berdasarkan nama dari satu jenis komoditi yang disepakati dengan penyerahan tertunda.
Giro yang dimaksud di sini adalah cek yang berisi perjanjian dari pihak yang mengeluarkannya, yakni pihak bank atau perusa-haan untuk orang yang membawanya agar ditukar dengan sejumlah uang yang ditentukan pada tanggal yang ditentukan pula dengan jaminan bunga tetap, namun tidak ada hubungannya sama sekali dengan pergulatan harga pasar.
Sementara saham adalah jumlah satuan dari modal koperatif yang sama jumlahnya bisa diputar dengan berbagai cara berda-gang, dan harganya bisa berubah-rubah sewaktu-waktu tergantung keuntungan dan kerugian atau kinerja perusahaan tersebut.
Berbagai Dampak Positif
Berbagai sisi positif dari bursa tersebut tergambar pada hal-hal berikut:
1.
2. Mempermudah pendanaan pabrik-pabrik dan, perdagangan dan proyek pemerintah melalui penjualan saham dan kertas-kertas giro komersial.
3.
4. Mempermudah mengetahui timbangan harga-harga saham dan giro piutang serta barang-barang komoditi, yakni pergulatan semua hal tersebut dalam dunia bisnis melalui aktivitas penawaran dan permintaan.
Beberapa Dampak Negatif
Adapun dampak-dampak negatif dari adanya bursa saham ini tergambar pada hal-hal berikut:
1. Transaksi berjangka dalam pasar saham ini sebagian besarnya bukanlah jual beli sesungguhnya. Karena tidak ada unsur serah terima dalam pasar saham ini antara kedua pihak yang bertransaksi, padahal syarat jual beli adalah adanya serah terima dalam barang yang disyaratkan ada serah terima barang dagangan dan pembayarannya atau salah satu dari keduanya.
2. Kebanyakan penjualan dalam pasar ini adalah penjualan sesuatu yang tidak dimiliki, baik itu berupa mata uang, saham, giro piutang, atau barang komoditi komersial dengan harapan akan dibeli di pasar sesunguhnya dan diserahterimakan pada saatnya nanti, tanpa mengambil uang pembayaran terlebih dahulu pada waktu transaksi sebagaimana syaratnya jual beli As-Salm.
3. Pembeli dalam pasar ini kebanyakan membeli menjual kembali barang yang dibelinya sebelum dia terima. Orang kedua itu juga menjualnya kembali sebelum dia terima. Demikianlah jual beli ini terjadi secara berulang-ulang terhadap satu objek jualan sebelum diterima, hingga transaksi itu berakhir pada pembeli terakhir yang bisa jadi sebenarnya ingin membeli barang itu langsung dari penjual pertama yang menjual barang yang belum dia miliki, atau paling tidak menetapkan harga sesuai pada hari pelaksanaan transaksi, yakni hari penutupan harga. Peran penjual dan pembeli selain yang pertama dan terakhir hanya mencari keuntungan lebih bila mendapatkan keuntungan saja, dan melepasnya bila sudah tidak menguntungkan pada waktu tersebut persis seperti yang dilakukan para pejudi.
4. Yang dilakukan oleh para pemodal besar dengan memonopoli saham dan sejenisnya serta barang-barang komoditi komersial lain di pasaran agar bisa menekan pihak penjual yang menjual barang-barang yang tidak mereka miliki dengan harapan akan membelinya pada saat transaksi dengan harga lebih murah, atau langsung melakukan serahterima sehingga menyebabkan para penjual lain merasa kesulitan.
5. Sesungguhnya bahaya pasar modal semacam ini berpang-kal dari dijadikannya pasar ini sebagai pemberi pengaruh pasar dalam skala besar. Karena harga-harga dalam pasar ini tidak sepe-nuhnya bersandar pada mekanisme pasar semata secara praktis dari pihak orang-orang yang butuh jual beli. Namun justru terpe-ngaruh oleh banyak hal, sebagian diantaranya dilakukan oleh para pemerhati pasar, sebagian lagi berasal dari adanya monopoli barang dagangan dan kertas saham, atau dengan menyebarkan berita bohong dan sejenisnya. Di sinilah tersembunyi bahaya besar menurut tinjauan syariat. Karena cara demikian menyebabkan ketidakstabilan harga secara tidak alami, sehingga berpengaruh buruk sekali pada perekonomian yang ada.
Sebagai contoh saja bukan untuk menyebutkan secara keseluruhan: sebagian besar investor sengaja melempar sejumlah kertas saham dan giro, sehingga harganya menjadi jatuh karena terlalu banyak penawaran. Pada akhirnya para pemilik saham kecil-kecilan bergegas menjualnya kembali dengan harga murah sekali, karena khawatir harga saham-saham itu semakin jatuh se-hingga mereka semakin rugi. Dengan adanya penawaran mereka itu, mulailah harga saham itu terus menurun, sehingga para investor besar itu berkesempatan membelinya kembali dengan harga lebih murah dengan harapan akan bisa meninggikan harga-nya dengan banyaknya permintaan. Pada akhirnya para investor besarlah yang beruntung sementara kerugian besar-besaran harus ditanggung investor kecil-kecilan, sebagai akibat dari perbuatan investor besar yang berpura-pura melempar kertas-kertas saham itu sebagai ikutan. Hal itupun terjadi di pasar komoditi komersial.
Oleh sebab itu pasar saham ini telah menimbulkan pro dan kontra di kalangan para ekonom. Faktor penyebabnya adalah bahwa pasar ini pada suatu saat dalam dunia ekonomi menyebab-kan hilangnya modal besar-besaran dalam waktu yang singkat sekali. Di sisi lain pasar ini bisa menyebabkan munculnya para OKB (orang kaya baru) tanpa banyak mengeluarkan keringat. Bahkan pada saat terjadi krisis ekonomi berat di dunia, banyak pakar ekonomi yang menuntut agar pasar bursa itu dibubarkan. Karena pasar bursa itu bisa menyebabkan hilangnya banyak modal, menggulingkan roda perekonomian hingga jatuh ke jurang dalam waktu yang sangat cepat, seperti yang terjadi akibat bencana alam dan gempat bumi.
Hukum-Hukum Syari'at Tentang Transaksi
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa transaksi bursa itu di antaranya ada yang bersifat instant, pasti dan permanen, dan ada juga yang berjangka dengan syarat uang di muka. Di lihat dari objeknya terkadang berupa jual beli barang komoditi biasa, dan terkadang berupa jual beli kertas saham dan giro.
Karena transaksinya bermacam-macam dengan dasar seperti ini, sehingga tidak mungkin ditetapkan hukum syariatnya dalam skala umum, harus dirinci terlebih dahulu baru masing-masing jenis transaksi ditentukan hukumnya secara terpisah.
Lembaga Pengkajian fiqih yang mengikut Rabithah al-alam al-Islami telah merinci dan menetapkan hukum masing-masing transaksi itu pada pertemuan ketujuh mereka yang diadakan pada tahun 1404 H di Makkah al-Mukarramah. Sehubungan dengan persoalan ini, majelis telah memberikan keputusan sebagai berikut:
Pertama: Pasar bursa saham itu target utamanya adalah menciptakan pasar tetap dan simultan dimana mekanisme pasar yang terjadi serta para pedagang dan pembeli dapat saling bertemu melakukan transaksi jual beli. Ini satu hal yang baik dan bermanfaat, dapat mencegah para pengusaha yang mengambil kesempatan orang-orang yang lengah atau lugu yang ingin melakukan jual beli tetapi tidak mengetahui harga sesungguhnya, bahkan tidak mengetahui siapa yang mau membeli atau menjual sesuatu kepada mereka.
Akan tetapi kemaslahatan yang jelas ini dalam dunia bursa saham tersebut terselimuti oleh berbagai macam transaksi yang amat berbahaya menurut syariat, seperti perjudian, memanfa-atkan ketidaktahuan orang, memakan uang orang dengan cara haram. Oleh sebab itu tidak mungkin ditetapkan hukum umum untuk bursa saham dalam skala besarnya. Namun yang harus dijelaskan adalah segala jenis transaksi jual beli yang terdapat di dalamnya satu persatu secara terpisah.
Kedua: Bahwa transaksi instant terhadap barang yang ada dalam kepemilikan penjual untuk diserahterimakan bila syaratkan harus ada serah terima langsung pada saat transaksi menurut syariat, adalah transaksi yang dibolehkan. Selama transaksi itu bukan terhadap barang haram menurut syariat pula. Namun kalau barangnya tidak dalam kepemilikan penjual, harus dipe-nuhi syarat-syarat jual beli as-Salm. Setelah itu baru pembeli boleh menjual barang tersebut meskipun belum diterimanya.
Ketiga: Sesungguhnya transaksi instant terhadap saham-saham perusahaan dan badan usaha kalau saham-saham itu memang berada dalam kepemilikan penjual boleh-boleh saja menu-rut syariat, selama perusahaan atau badan usaha tersebut dasar usahanya tidak haram, seperti bank riba, perusahaan minuman keras dan sejenisnya. Bila demikian, transaksi jual beli saham tersebut menjadi haram.
Keempat: Bahwa transaksi instant maupun berjangka terhadap kuitansi piutang dengan sistem bunga yang berbagai macam bentuknya tidaklah dibolehkan menurut syariat, karena semua itu adalah aktivitas jual beli yang didasari oleh riba yang diharamkan.
Kelima: Bahwa transaksi berjangka dengan segala bentuknya terhadap barang gelap, yakni saham-saham dan barang-barang yang tidak berada dalam kepemilikan penjual dengan cara yang berlaku dalam pasar bursa tidaklah dibolehkan menurut syariat, karena termasuk menjual barang yang tidak dimiliki, dengan dasar bahwa ia baru akan membelinya dan menyerah-kannya kemudian hari pada saat transaksi. Cara ini dilarang oleh syariat berdasarkan hadits shahih dari Rasulullah a bahwa beliau bersabda, "Janganlah engkau menjual sesuatu yang tidak engkau miliki." Demikian juga diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Daud dengan sanad yang shahih dari Zaid bin Tsabit y, bahwa Nabi a melarang menjual barang dimana barang itu dibeli, sehingga para saudagar itu mengangkutnya ke tempat-tempat mereka.
Keenam: Transaksi berjangka dalam pasar bursa bukanlah jual beli as-Salm yang dibolehkan dalam syariat Islam, karena keduanya berbeda dalam dua hal:
a) Dalam bursa saham harga barang tidak dibayar langsung saat transaksi. Namun ditangguhkan pembayarannya sampai pe-nutupan pasar bursa. Sementara dalam jual beli as-Salm harga barang harus dibayar terlebih dahulu dalam transaksi.
b) Dalam pasar bursa barang transaksi dijual beberapa kali penjualan saat dalam kepemilikan penjual pertama. Tujuannya tidak lain hanyalah tetap memegang barang itu atau menjualnya dengan harga maksimal kepada para pembeli dan pedagang lain bukan secara sungguhan, secara spekulatif melihat untung rugi-nya. Persis seperti perjudian. Padahal dalam jual beli as-Salm tidak boleh menjual barang sebelum diterima.
Berdasarkan penjelasan sebelumnya, Lembaga Pengkajian Fiqih Islam berpandangan bahwa para pemerintah di berbagai negeri Islam berkewajiban untuk tidak membiarkan bursa-bursa tersebut melakukan aktivitas mereka sesuka hati dengan membuat berbagai transaksi dan jual beli di Negara-negara mereka, baiknya hukumnya mubah maupun haram. Mereka hendaknya juga tidak memberi peluang orang-orang yang mempermainkan harga se-hingga menggiring kepada bencana finansial dan merusak pere-konomian secara umum, dan pada akhirnya menimbulkan mala-petaka kepada kebanyakan orang. Karena kebaikan yang sesung-guhnya adalah dengan berpegang pada ajaran syariat Islam pada segala sesuatu. Allah berfirman:
Artinya,"Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu menceraiberaikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa." (Al-An'am: 153).
Allah adalah Juru Penolong yang memberikan taufik, yang memberi petunjuk menuju jalan yang lurus. Semoga sha-lawat dan salam terlimpahkan kepada Nabi Muhammad.
Fatwa-Fatwa
Berikut kami nukilkan beberapa fatwa para ulama berkaitan dengan permasalahan Bursa Saham.
Dan fatwa-fatwa tersebut adalah kumpulan fatwa (Syaikh Bin Baz, Syaikh Ibnu Utsaimin, Syaikh Ibnu al-Jibrin), di antaranya adalah:
(1) Hukum memiliki saham di Bank atau menyerahkan nama-nama kepada seseorang agar diikutsertakan dalam saham miliknnya
Pertanyaan:
Terjadi silang pendapat yang sangat tajam antara saya dan saudara saya seputar (hukum) menanam saham di 'Riyadh Bank' yang saham-sahamnya dilepas untuk acara 'tutup buku' tahun ini; apakah boleh menanamkan saham di sana?. Lalu saya katakan ke-padanya, "Sesungguhnya hal itu haram karena bertransaksi dengan riba." Sedangkan dia berkata, "Sesungguhnya masih sebatas syub-hat, bukan haram."
Sebab terjadinya silang pendapat tersebut karena dia me-minta nama-nama (identitas-identitas) saya dan anak-anak saya agar diikutsertalam dalam saham yang ditanamnya di bank terse-but. Kami jadi sering bertengkar dan akhirnya memutuskan sepakat mendapatkan jawaban pemutus dari samahatus Syaikh.
Oleh karena itu, kami mohon difatwakan mengenai hal-hal berikut:
1. Hukum menanam saham di bank tersebut
2. Hukum menyerahkan nama-nama kepada seseorang yang ingin menggunakannya untuk sahamnya di bank tersebut padahal pemilik nama tersebut memandang hal itu adalah haram.
Kami mohon agar samahatus Syaikh yang mulia menjawabnya sesegera mungkin, semoga Allah senantiasa menjaga anda.
Jawaban:
Tidak boleh hukumnya menanam saham di bank tersebut ataupun bank-bank ribawi selainnya dan juga tidak boleh mem-bantunya dengan cara menyerahkan nama-nama tersebut sebab hal itu semua termasuk ke dalam kategori bertolong-tolongan di dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Padahal Allah q telah melarang hal itu di dalam firmanNya:
"Dan bertolong-tolonganlah kaum di atas berbuat kebajikan dan takwa dan janganlah kamu bertolong-tolongan di atas berbuat dosa dan pelanggaran." (Al-Ma`idah:2).
Demikian pula telah terdapat hadits shahih dari Nabi a bahwa beliau telah melaknat pemakan riba, pemberi makan dengannya, penulisnya dan kedua saksinya. Beliau mengatakan, "Mereka itu sama saja."
Semoga Allah memberika taufiq kepada kita semua terhadap hal yang diridhaiNya. Wassalamu 'alaikum wa rahmatullahi wa barokatuh.
(2) Hukum Membeli Saham-saham Perusahaan Bisnis.
Pertanyaan:
Apa hukum membeli saham-saham yang terdapat di dalam perusahaan-perusahaan bisnis persahaman, mengingat bahwa sebagiannya bertransaksi dengan riba? Semoga Allah membalas anda dengan kebaikan.
Jawaban:
Menurut pendapat kami, sikap yang wara’ (berhati-hati) adalah tidak menanamkan saham di dalamnya dan menjauhinya karena sebagaimana disebutkan oleh si penanya bahwa yang dominan, ia bertransaksi dengan riba. Dalam hal ini, Rasulullah a bersabda:
دَعْ مَا يُرِيْبُكَ إِلىَ مَا لاَ يُرِيْبُكَ
"Tinggalkanlah apa yang membuatmu ragu kepada apa yang tidak membuatmu ragu."
Demikian pula sabda beliau:
مَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ اِسْتَبْرَأَ لِدِيْنِهِ وَعِرْضِهِ
"Barangsiapa yang menjauhi hal-hal yang syubhat (samar-samar), berarti dia telah membebaskan tanggungan dirinya untuk (kepen-tingan) agama dan kehormatannya."
Akan tetapi, andai misalnya seseorang telah terlanjur menjalani dan menanamkan sahamnya, maka wajib baginya untuk mengeluarkan keuntungan ribawi sesuai dengan prosentasenya; jika kita perkirakan bahwa keuntungan dari riba tersebut sebesar 10%, maka dia harus mengeluarkan keuntungan yang 10% terse-but, jika kita perkirakan keuntungannya 20%, maka 20% nya yang dikeluarkan, demikian seterusnya.
Sedangkan bila dia tidak mengetahui berapa persentasenya, maka sebagai sikap hati-hati (preventif), dia harus mengeluarkan separoh dari keuntungan tersebut.
Pertanyaan:
Apa hukumnya menurut syari'at, saham-saham perusahaan yang sudah beredar luas di pasaran; bolehkah memperdagang-kannya?
Jawaban:
Saya tidak bisa menjawab pertanyaan ini karena perusahaan-perusahaan yang ada di pasaran berbeda satu sama lainnya di dalam bertransaksi dengan riba. Jika anda mengetahui bahwa perusahaan tersebut bertransaksi dengan riba dan membagi-bagikan hasil keuntungan dari riba tersebut kepada para peserta (anggota/nasabah), maka anda tidak boleh ikutserta di dalamnya. Jika anda telah ikutserta, kemudian baru mengetahuinya setelah itu bahwa ia bertransaksi dengan riba, maka anda harus mendatangi bagian administrasinya dan meminta keikutsertaan anda ditarik. Jika anda tidak dapat melakukan hal itu, maka anda tetap di perusahaan itu, kemudian bila keuntungan-keuntungan tersebut diserahkan dan dalam slip gaji dijelaskan sumber-sumber keuntungan tersebut, maka anda ambil keuntungan dari sumber yang halal saja dan menyedekahkan keuntungan dari sumber yang haram sebagai upaya melepaskan diri (menghindar) darinya. Jika anda juga tidak mengetahui hal itu, maka sikap yang lebih berhati-hati (preventif) adalah menyedekahkan separuh dari keuntungan tersebut sebagai upaya melepaskan diri (menghindar) darinya sedangkan sisanya adalah milik anda karena inilah yang dapat anda lakukan, sebagaimana dinyatakan oleh Allah dalam firmanNya,
Artinya, "Maka bertakwalah kepada Allah semampu kamu." (At-Tagha-bun:16).
(3) Hukum Menanam Saham Di Bank-Bank Dan Selainnya.
Pertanyaan:
Apa hukum menanam saham di bank-bank dan selainnya?
Jawaban:
1. Jika menanam sahamnya di pos-pos riba seperti bank-bank, maka tidak halal hukumnya bagi siapapun untuk menanamkan sahamnya di
2. Sedangkan bila menanam saham pada transaksi yang tujuannya adalah berbisnis industri, pertanian atau sepertinya, maka hukum asalnya adalah halal. Akan tetapi di sana juga ada semacam syubhat sebab nilai tambah (surplus) beberapa dirham yang ada pada mereka, mereka simpan di bank-bank sehingga mereka mengambil ribanya, barangkali mereka mengambil bebe-rapa dirham dari bank dan pihak bank memberikan riba kepada mereka. Maka, dari aspek ini kami katakan, “Sesungguhnya sikap yang wara’ (selamat) adalah seseorang tidak menanamkan saham di perusahaan-perusahaan seperti ini."
Sesungguhnya Allah akan menganugerahinya rizki, bila telah diketahui niatnya tidak mela-kukan hal itu (menanam saham) semata karena sikap wara’ dan rasa takut terjerumus ke dalam hal yang syubhat (samar).
Dalam hal ini, Rasulullah a bersabda:
إِنَّ اْلحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ اْلحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ اِسْتَبْرَأَ لِدِيْنِهِ وَعِرْضِهِ، وَمَنْ وَقَعَ فيِ الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فيِ اْلحَرَامِ كَالرَّاعِيْ يَرْعَى حَوْلَ اْلحِمَى يُوْشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيْهِ
"Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu juga jelas sedangkan di antara keduanya terdapat hal-hal yang syubhat (samar-samar) yang tidak banyak diketahui oleh manusia; barang-siapa yang menjaga dirinya dari hal-hal yang syubhat (samar-samar)tersebut, berarti dia telah membebaskan tanggungan dirinya untuk (kepentingan) agama dan kehormatannya. Dan barangsiapa yang terjerumus ke dalam hal-hal yang syubhat (samar-samar), berarti dia telah terjerumus ke dalam hal yang haram, seperti halnya seorang pengembala yang mengembalakan (ternaknya) di sekitar lahan yang terlarang yang memungkinkan ternak tersebut masuk ke dalamnya."
Akan tetapi bagaimana solusinya bilamana seseorang sudah terlanjur menanamkan saham atau semula ingin menanam saham namun tidak menempuh jalan yang lebih baik, yaitu jalan wara'?
Di sini kami mengatakan, "Solusinya dalam kondisi seperti ini adalah bila hasil keuntungannya diserahkan dan di dalamnya terdapat slip yang menjelaskan sumber-sumber didapatnya ke-untungan tersebut, maka:
a) Yang sumbernya halal, maka dianggap halal.
b) Yang sumbernya haram seperti bila mereka mengatakan secara terang-terangan bahwa keuntungan ini adalah hasil dari bunga-bunga bank, maka wajib bagi seseorang untuk melepaskan diri (menghindar) darinya dengan cara mengalokasikanya kepada kepentingan-kepentingan umum maupun khusus, bukan sebagai bentuk taqarrub (ibadah) kepada Allah tetapi sebagai bentuk me-nyelamatkan diri dari dosanya, sebab andai dia berniat taqarrub kepada Allah dengan hal itu, maka hal itu tidak akan menjadi sarana yang dapat mendekatkan dirinya kepadaNya. Karena, Allah adalah suci, tidak menerima kecuali yang suci. Juga, dia tidak bisa selamat (terhindar) dari dosanya, tetapi barangkali dia diganjar pahala atas ketulusan niat dan taubatnya.
c) Bila di dalam keuntungan-keuntungan tersebut tidak terdapat slip (daftar) yang menjelaskan mana yang dilarang dan mana yang dibolehkan, maka sikap yang lebih utama dan berhati-hati adalah mengeluarkan separuh dari keuntungan tersebut, sedangkan keuntungan yang separohnya tetap halal baginya sebab bila tidak diketahui berapa ukuran (prosentase) harta yang mirip-mirip dengan yang lainnya tersebut, maka sikap yang berhati-hati adalah mengeluarkan separuhnya, sehingga tidak ada orang yang menzhalimi dan terzhalimi.
(4) Saham-saham di Bank-bank Ribawi.
Pertanyaan:
Ayah saya memiliki 30 buah saham di bank dan ketika kami mengetahui bahwa ia adalah bank ribawi, salah seorang saudara kami memberikan nasehat kepadanya dan menyatakan bahwa hal itu haram. Lalu dia berkata ketika itu, "Kalau begitu, juallah."
Namun setelah wafatnya, kami mendapatkan saham-saham ter-sebut masih seperti semula. Beliau memang ingin menjualnya semasa hidupnya, dan saham-saham tersebut telah menjadi berlipat sehingga menjadi berjumlah 60 saham. Pertanyaannya, apakah dosa perbuatan tersebut akan diterima oleh ayah saya 5 tersebut?
Jawaban:
Semoga Allah memaafkannya dan semoga dosa tersebut tidak diterimanya, hal ini dikarenakan beliau telah bertekad untuk melepaskan diri (menghindar) darinya semasa hidupnya akan tetapi beliau tidak mampu melakukannya. Barangkali saja ada udzur tertentu atau aral lainnya yang mencegahnya.
Oleh karena itu, kalian harus menjual saham-saham tersebut dan menyedekahkan keuntungan yang diraih darinya sekalipun 10% atau 20% sebagai upaya melepaskan diri (menghindar) dari riba yang terdapat di dalamnya, selebihnya silahkan dibagi-bagi.
[5] Hukum Menjual dan Membeli Saham-Saham Perusahaan Melalui Jaringan Internet
Pertanyaan:
Proses peredaran jual-beli saham-saham perusahaan bisnis sering dilakukan melalui jaringan internet, bagaimana hukumnya menurut syari’at?
Jawaban:
Perusahaan-perusahaan Islami hukumnya dibolehkan baik ia bergerak di bidang perdagangan, produksi, pertanian, kontruk-si atau semisalnya. Para ulama fikih telah menyebutkan
Bilamana syarikah tersebut telah menaruh modalnya pada barang yang di-tawarkan untuk dijual dan dibeli sedangkan barang-barang tersebut termasuk kategori barang yang dibolehkan bertransaksi dengan-nya, maka menjual saham-sahamnya dibolehkan bila modalnya diketahui dan jumlah saham yang dijual telah ditentukan.
Jadi, boleh bagi si pemiliknya berkata kepada pembeli, "Saya jual kepa-da anda bagian saya dari syarikah/perusahaan ini yang sebesar 1,5 -nya, 0,1 –nya, 0,4 –nya, 0,01 -nya atau semisalnya." Lalu si pembeli mengambil posisi si penjual, kapan saja syarikah tersebut membuka penjualan saham-sahamnya, dia bisa mengambil modal yang dimiliki oleh si penjual tersebut, berikut bagiannya dari ke-untungan. Demikian juga hal seperti ini berlaku pada perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang produksi, bila si penjual tersebut menaruh modalnya pada peralatan-peralatan beratnya yang digunakan untuk memproduksi dan memasarkan produksi mereka, maka penanam saham boleh menjualnya baik seluruhnya ataupun sebagiannya dengan harga yang diketahui, serahterimanya dilakukan di majlis akad atau kuitansinya telah dipegang sehingga tidak terjadi jual beli hutang dengan hutang.
Bila perusahaan memiliki stock modal, maka sebaiknya tidak menjualnya agar tidak terjadi penjualan uang bersama barang de-ngan uang. Kecuali bila stoknya sedikit, maka juga termasuk ke dalam masalah tersebut sebagai sub-ordinasinya.
Juga tidak apa-apa menjual saham-saham tersebut dengan perantaraan media komunikasi modern, seperti telepon dan internet bila ijab-kabul (serah-terima)nya dapat teralisasi secara berturut-turut (teratur). Jika syarat berturut-turut kurang,
(Fatwa-fatwa di atas dinukil dari Kitab Fatwa-Fatwa Terkini - Kumpulan Fatwa Syaikh Bin Baz, Syaikh Ibnu al-Utsaimin, dan Syaikh Ibnu al-Jibrin -, jilid. 2, cet. Darul Haq Jakarta)
Sumber: www.alsofwah.or.id/?pilih=indexanalisa&id=234...
إِنَّكَ لَنْ تَدَعَ شَيْئاً لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ بَدَّلَكَ اللَّهُ بِهِ مَا هُوَ خَيْرٌ لَكَ مِنْهُ
“Sesungguhnya jika engkau meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan memberi ganti padamu dengan sesuatu yang lebih baik.” (HR. Ahmad. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar