Cari Ilmu Yuuck...

Kamis, 04 Februari 2010

PKS (Memang) Bukan Wahabi

Sengaja saya tulis singkat artikel ini pasca ditentukannya cawapres oleh bapak SBY agar tidak dianggap sebagai upaya penggembosan terhadap cawapres yang diajukan oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS).

“PKS Bukan Wahabi, PKS Toleran”, begitulah kira-kira judul tulisan di website resmi PKS beberapa waktu lalu (lihat : http://www.pk-sejahtera.org/v2/main.php?op=isi&id=7099). Andaikata tidak ada embel-embel “Wahabi”, tidak ada hal istimewa yang membuat saya tertarik untuk membaca dan memberi komentar. Jelasnya, inilah yang dikatakan bapak Dr. Hidayat Nur Wahid (HNW) :

"Itu pendapat klasik yang tidak benar yang selalu dimunculkan menjelang pilkada maupun pemilu. Itu adalah fitnah belaka. Kalau saja kami Wahabi tentu kami tidak akan mendirikan partai politik, sebab kaum Wahabi mengharamkan dan membid'ahkan partai politik."

Memang bisa dibenarkan bahwa “Wahabi” membid’ahkan dan mengharamkan partai politik. Tidak lain karena partai politik secara hakekat hanya akan memecah belah umat dan merupakan produk asli rezim demokrasi yang diharamkan dalam Islam. Namun anehnya, ketika ada sebagian ulama “Wahabi” berfatwa bolehnya mencoblos/mencontreng dalam Pemilu serta duduk di kursi parlemen karena alasan memilih mafsadat terkecil di antara dua mafsadat, salah satu yang sibuk menyebarkan fatwa ini ke berbagai media adalah ikhwan PKS. Saya pribadi tidak tahu secara pasti apa tujuannya. Apakah PKS sedang menjalankan politik muka dua ? Entahlah,…. namun – kalau boleh sedikit beranalisa –, dua fenomena ini nampaknya sedang menjelaskan kepada kita akan satu maksud tersembunyi untuk mengeruk suara dan dukungan dari dua kutub yang berlainan. Kasus pertama, ingin merebut simpati dari warga NU (atau yang semisalnya) yang notabene anti-Wahabi, sedangkan kasus kedua ingin mengumpulkan dukungan dari kalangan “Wahabi” yang ‘anti NU’[1] ….. Cukup ‘cerdik’ !

Di sisi lain, saya bertanya-tanya apakah bapak HNW tidak tahu atau pura-pura tidak tahu bahwasannya anggapan “Wahabi” itu tidaklah terkait pada bahasan bid’ah dan haramnya partai secara khusus. Namun, istilah “Wahabi” lebih mengarah pada istilah gerakan dakwah anti kesyirikan, anti kebid’ahan, dan anti khurafat secara umum. Atau kalau boleh menggunakan bahasa awam, orang-orang “Wahabi” ini adalah orang-orang yang anti sama tawassulan[2], shalawatan[3], tahlilan, yasinan, haul-haul kuburan, thariqah (shufi), kultus individu pada kiyai, habib, dan semacamnya ?

Mari kita baca lebih lanjut :

Hidayat menegaskan bahwa PKS berjuang untuk kejayaan NKRI. Karena itu, hal-hal yang melekat dalam konteks ke Indonesiaan seperti masalah pluralitas dan toleransi akan selalu dijunjung tinggi. "Prinsipnya kita memang menjunjung pluralitas dan toleransi dalam kehidupan agama di Indonesia tercinta ini," papar Hidayat.

Sebuah kalimat yang sumir (atau coba disumirkan ?). Apa makna pluralitas yang diucapkan itu ? Jika kita coba kaitkan dengan isu “Wahabi”, nampaknya bapak HNW ingin mengatakan bahwa PKS itu plural lagi toleran terhadap apa yang di-anti-kan oleh “Wahabi”.

“Bersama PKS, aktifitas keagamaan Anda yang dibid’ahkan dan disyirikkan oleh “Wahabi” akan aman dan terlindungi”, begitulah mungkin sinyal halus yang hendak dikirimkan kepada masyarakat.

Jika memang benar demikian, maka banyak kritik yang sebelumnya banyak ditujukan kepada ikhwan PKS benar adanya. Ikhwan PKS itu mlempem dan loyo dalam dakwah kepada tauhid wa sunnah (dan memerangi apa yang menjadi lawan keduanya yaitu syirik dan bid’ah), khususnya jika sudah berhadapan dengan target raupan suara dan jabatan. Oleh karena itu, jangan Anda terlalu berharap bahwa ikhwan PKS akan memberantas berbagai kesyirikan dan kebid’ahan yang banyak dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Beragam aktifitas kesyirikan di kuburan para wali pun mungkin tetap akan lestari di bawah naungan PKS. Biarlah bid’ah dan kesyirikan itu tetap ada asalkan bisa maju dan menguasai Senayan. Hal ini mirip dengan prototype PKS yang ada di Sudan ketika salah seorang tokohnya yang bernama Dr. Hasan At-Turabi mengatakan :

إنـهم يهتمون بالأمور العقائدية وشرك القبور ولا يهتمون بالشرك السياسي فلنترك هؤلاء القبوريين يطوفون حول قبورهم حتى نصل إلى قبة البرلمان

”Sesungguhnya mereka memperhatikan permasalahan ’aqidah dan syirik terhadap kuburan. Akan tetapi mereka tidak memperhatikan syirik dalam perpolitikan (asy-syirkus-siyaasy). Hendaknya kita biarkan para quburiyyun itu thawaf di sekitar kuburan mereka sampai kita mencapai kubah parlemen.” [diambil dari Majalah Al-Istiqaamah, Rabi’ul-Awwal 1408 H].

Bedanya, kata-kata bapak HNW tidak sevulgar Dr. At-Turabi – walau nuansanya boleh dibilang sama.

Parah memang jika demikian. Apalagi secara halus PKS telah menyatakan sikap terbukanya (dan juga komprominya) terhadap lawan-lawan politiknya dari kaum apapun ketika mengatakan :

"Sejak Pemilu 2004 lalu kehadiran PKS telah diterima dengan baik oleh kalangan sekuler maupun nonmuslim sekalipun," papar PKS.

"Terbukti PKS diajak berkoalisi oleh capres SBY-JK dan pemilih PKS ternyata sebagian adalah kalangan nonmuslim”.

Ditambah lagi dengan jargon-jargon kampanye legislatif yang lalu, seperti : “Memangnya PKS Bisa Hijau, Kuning, Biru, dan Merah; Jika untuk Indonesia yang Lebih Baik, Mengapa Tidak ?”[4]. Apa artinya ? Bukankah hijau itu maknanya partai Islam, kuning maknanya partai Golkar, biru maknanya partai Demokrat, dan merah maknanya partai nasionalis sekuler (PDIP dan sebangsanya) ? Orang awam yang membacanya pun dengan cekatan akan menyimpulkan bahwa PKS adalah partai semua golongan, partai semua aliran, partai semua pemahaman, dan yang lainnya. Jika ada orang yang memplesetkan PKS saat ini adalah Partai Keranjang Sampah (seperti banyak dikatakan oleh sebagian ikhwan eks laskar jihad), secara substansi tidaklah terlalu keliru – walau dari segi bahasa kurang nyaman untuk dibaca dan didengar.

Politik praktis yang ada di jaman sekarang telah memberangus al-wala’ wal-bara’ terhadap segala macam penyimpangan. Sebuah politik ngawur tanpa prinsip yang menghalalkan segala cara untuk memperoleh kekuasaan.

Inikah politik yang diajarkan oleh Nabi kita shallallaahu ‘alaihi wa sallam ? Saya persilakan bagi para Pembaca untuk menjawabnya…..



Abu Al-Jauzaa’


[1] Anti NU yang saya maksud bukan secara keorganisasian, namun lebih tertuju pada fikrah pemahaman agama yang lazim ada di warga NU.

[2] Tawassul bid’ah dan mengandung kesyirikan.

[3] Shalawatan bid’ah dan mengandung kesyirikan.

[4] Dengan diringkas. Sebagaimana tertulis di banyak selebaran yang tertempel di Kota Bogor dan sekitarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar