Oleh: Asy-Syaikh Muhammad bin Shâlih Al-’Utsaimîn rahimahullâh
Fadhilatusy Syaikh Ibnu ‘Utsaimin ditanya:
Saya ingin meminta nasehat dari Anda, Fadhilatusy Syaikh, pada satu masalah yang khusus bagi saya dan seluruh teman-teman saya dari kalangan wanita. Ketahuilah bahwa telah ditentukan oleh Allah bagi kami bahwa kami belum memiliki kesempatan untuk menikah, sementara kami telah melalui usia menikah dan mendekati usia lanjut.
Ini bisa diketahui dan bagi Allah segala pujian serta Allah-lah yang menjadi saksi atas perkataan saya ini. Padahal kami memiliki derajat akhlak dan seluruh dari kami telah meraih gelar kesarjanaan. Akan tetapi inilah nasib kami -Alhamdulilah- dan juga sisi materi, inilah yang menyebabkan tidak seorang pun berani untuk melakukan pernikahan dengan kami.
Sungguh keadaan pernikahan di negeri kami dilakukan atas kerja sama antara suami istri dengan pertimbangan apa yang akan terjadi di masa yang akan datang. Saya mengharap nasehat dan petunjuk bagi diri saya dan teman-teman.
Jawaban:
Nasehat yang saya sampaikan kepada para wanita yang seperti ini keadaannya yang tertunda untuk menikah -sebagaimana yang telah diisyaratkan oleh penanya- untuk berserah diri kepada Allah ‘Azza wa Jalla dengan berdoa dan menundukkan diri kepada-Nya agar Ia berkenan menyiapkan untuk mereka para suami yang diridhai agama dan akhlak mereka. Bila seseorang jujur niatnya di dalam berdoa dan berusaha menyingkirkan penghalang-penghalang terkabulnya doa, maka sungguh Allah Ta’ala berfirman:
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِى عَنِّى فَإِنِّى قَرِيْبٌ ۖ عُجِيْبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku.” (Al-Baqarah: 186)
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُوْنِى أَسْتَجِبْ لَكُمْ
“Dan Tuhanmu berfirman, ‘Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.’” (Ghafir: 60)
Allah ‘Azza wa Jalla mengurutkan terkabulnya doa setelah seseorang menyambut panggilan (ajakan) Allah dan mengimaninya. Maka saya tidak melihat sesuatu yang lebih kuat dibanding sikap berserah diri kepada Allah ‘Azza wa Jalla, berdoa dan tunduk kepada-Nya serta menunggu jalan keluar dengan sabar. Telah tetap riwayat dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
وَاعْلَمْ أَنَّ النَّصْرَ مَعَ الصَّبْرِ وَأَنَّ الْفَرَجَ مَعَ الْكَرْبِ وَأَنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا
“Ketahuilah bahwa sesungguhnya pertolongan (kemenangan) disertai dengan kesabaran, kelonggaran itu disertai dengan kesusahan, dan bersama kesulitan ada kemudahan.”
Bagi para wanita tersebut dan yang seperti mereka keadaannya, mohonlah kepada Allah ‘Azza wa Jalla agar Dia memudahkan urusan mereka dan disediakan bagi mereka pria-pria yang shalih yang menginginkan kebaikan agama dan dunia mereka. Allahu a’lam.1
Footnote:
1 Fatawa Al-Mar’ah, hal. 58.
(Dinukil dari Fatawa Al-Jami’ah lil Mar’ah Al-Muslimah bab Nikah wa Thalaq (Fatwa-fatwa Ulama Ahlus Sunnah Seputar Pernikahan, Hubungan Suami Istri dan Perceraian), perangkum: Amin bin Yahya Ad-Duwaisi, hal. 116-118, penerjemah Abu ‘Abdirrahman Muhammad bin Munir, muraja’ah: Al-Ustadz Abu Muhammad ‘Abdul Mu’thi, Lc., penerbit: Qaulan Karima Purwokerto, cet. ke-1 Ramadhan 1426H/Oktober 2005M. Dicopy dari http://www.darussalaf.org/stories.php?id=46)
Senin, 01 Februari 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar