TERORISME … ANAK KANDUNG KHOWARIJ
Kitab Iqro’ Mashiraka Qobla an Tufajjir, Karya Dr. Khalid bin Ali Al-Anbari. Diterjemahkan oleh Abdurrahman Hadi
Sesungguhnya kaum muslimin sekarang, hidup di zaman yang penuh dengan terjangan badai yang berhembus dari fitnah takfir, terorisme, ekstrimisme dan sikap ghuluw (berlebih-lebihan). Fitnah terorisme ini, telah menyibukkan dunia internasional, sehingga muktamar-muktamar dan konferensi-konferensi diselenggarakan untuk mempelajari dan membahas seluk beluk terorisme, akar dan sumbernya. Hanya saja, di dalam muktamar-muktamar tersebut masih terjadi perselisihan seputar pengertian (definisi) terorisme dan solusi untuk menanggulanginya.
Akan tetapi, dari definisi terorisme yang hampir mencapai titik temu, yaitu dalam hal adanya beberapa unsur, dan yang paling berbahaya adalah munculnya ancaman, suasana yang mencekam dan menakutkan, tertumpahnya darah, terbunuhnya orang-orang yang tidak bersalah, diledakkannya tempat tinggal, hancurnya sarana-sarana umum dan porak-porandanya infrastruktur dan lain sebagainya, yang ini semua termasuk hal yang disepakati kaum muslimin atas keharamannya dan merupakan tindak kriminal yang mana para pelakunya dianggap termasuk orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi.
Tidak diragukan lagi, bahwa terorisme merupakan anak kandung yang sah dari pemikiran takfir. Hal ini dapat dibuktikan dari fenomena aktivitas terorisme dan pengakuan sendiri para pelakunya. Kedurjanaan tindakan terorisme yang kita saksikan di banyak negara, hal ini sejatinya adalah buah yang ditanam cukup lama selama bertahun-tahun yang berasal dari pohon pemikiran takfir, yang mana hal ini senantiasa kita peringatkan akan bahayanya, baik malam maupun siang, baik di dalam kitab-kitab, makalah-makalah maupun dalam ceramah-ceramah, baik yang terekam maupun tidak.
Selain itu, termasuk perkara yang tidak diperselisihkan oleh para ulama adalah, sesungguhnya hukum asal seorang muslim adalah tetap pada keislamannya sampai dapat benar-benar dipastikan hilangnya (keislaman) darinya sesuai dengan dalil syar’i. Oleh karena itulah wajib bagi orang-orang yang berfaham takfiri, agar tidak meremehkan perkara pengkafiran kaum muslimin, karena dalam hal ini terdapat dua bahaya besar, yaitu:
Pertama: Jatuh dalam ancaman berat, karena Rasulullah -shallallah alaihi wa sallam- bersabda:
أَيُّمَا رَجُلٍ قَالَ لأَخِيهِ يَا كَافِرُ . فَقَدْ بَاءَ بِهَا أَحَدُهُمَا إِنْ كَانَ كَمَا قَالَ وَإِلاَّ رَجَعَتْ عَلَيْهِ
Siapa saja yang berkata kepada saudaranya (muslim), “wahai orang kafir”, maka akan kembali kepada salah satu di antara keduanya, apabila yang diucapkan betul maka betul, akan tetapi apabila tidak, maka akan kembali kepada yang mengucapkannya. (Muttafaqun ‘alaih)
Beliau -shallallah alaihi wa sallam- bersabda:
وَمَنْ رَمَى مُؤْمِنًا بِكُفْرٍ فَهُوَ كَقَتْلِهِ
Barangsiapa menuduh seorang mukmin dengan kekafiran maka dia seperti membunuhnya. (HR. al-Bukhari)
Dan beliau -shallallah alaihi wa sallam- juga bersabda:
لاَ يَرْمِى رَجُلٌ رَجُلاً بِالْفُسُوْقِ، وَلاَ يَرْمِيْهِ بِالْكُفْرِ ، إِلاَّ ارْتَدَّتْ عَلَيْهِ ، إِنْ لَمْ يَكُنْ صَاحِبُهُ كَذَلِكَ
Tidaklah seseorang menuduh lainnya dengan kefasikan dan tidak pula menuduh dengan kekafiran kecuali akan kembali kepadanya, apabila orang yang tertuduh tidak demikian. (HR. al-Bukhari)
Kedua: Berdusta atas nama Allah ta’ala, karena takfir (pengkafiran) adalah hukum syar’i, sehingga tidak boleh seseorang dikafirkan kecuali orang yang telah Allah dan Rasul-Nya kafirkan, atau dengan kata lain; seseorang tidak bisa dikafirkan kecuali apabila telah ditegakkan hujjah atas kekafirannya dengan dalil (syar’i) dari al-Kitab (al-Qur`an) atau sunnah dan tidak ada penghalangnya.
Betapa riskan dan besarnya bahaya ini, akan tetapi orang-orang ekstrim tersebut tidak cukup hanya mengkafirkan kaum muslimin secara umum, namun yang lebih parah lagi, mereka bergerak mengarahkan vonis mereka kepada para ulama, penguasa, negeri kaum muslimin dan masyarakatnya. Sehingga umat ini dibenturkan dengan api fitnah takfir, dampak negatif dan akibatnya yang membinasakan.
Sungguh tidak terbayangkan, oleh sebab sekelompok orang yang berfaham takfiri ini, kehidupan mayoritas kaum muslimin telah berubah menjadi kehidupan yang tragis lagi menakutkan, meraka berada di dalam neraka kesengsaraan yang tidak bisa terbebas dan selamat darinya. Kelompok ini –dengan sendirinya- benar-benar telah menjadikan umat Islam semakin berada dalam keterpurukan dan kehinaan. Sungguh, mereka ini menyerupai saudara-saudaranya yang dijelaskan sifatnya oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah -rahimahullah- :
“Tidak ada seorangpun yang lebih berbahaya bagi kaum muslimin selain mereka (khowarij), bahkan Yahudi dan Nashrani sekalipun. Hal ini disebabkan mereka adalah kaum yang begitu antusiasnya di dalam membantai setiap muslim yang tidak cocok dengannya, menghalalkan darah dan hartanya, membunuh anak-anaknya, mengkafirkannya dan mereka beragama dengan cara yang demikian ini disebabkan karena kebodohan dan bid’ah mereka yang menyesatkan.”
Karena itu, tidak ada salahnya apabila ulama salaf (terdahulu) maupun khalaf (kontemporer) senantiasa mengingatkan akan bahayanya tergesa-gesa dan serampangan di dalam menvonis murtad dan kafir, demi memelihara darah kaum muslimin agar tidak tertumpah.
Ibnul Abil Izz al-Hanafi berkata, “Sesungguhnya termasuk perbuatan yang melampaui batas, yaitu seseorang yang bersaksi bahwa Allah tidak akan mengampuni dan tidak pula merahmati seorang muslim, apalagi menganggapnya kekal di neraka. Karena ini adalah hukum atas orang kafir setelah meninggal.”
Imam Abu Abdillah Muhammad bin Ali al-Mazari al-Maliki berkata, “Barangsiapa mengkafirkan seseorang dari ahli qiblat, dan menganggappnya hal itu boleh-boleh saja (halal) maka dia telah kafir, dan apabila tidak (beranggapan halal tapi melakukannya –pen) maka dia termasuk seorang yang fasik yang wajib atas penguasa (apabila perkaranya telah diangkat kepadanya) untuk memberikan pelajaran dan ta’zir (Ta’zir adalah hukuman yang tidak ditentukan secara nash, akan tetapi kembali kepada maslahat yang dipandang oleh hakim –pen.) dengan cara yang bisa memberikan efek jera bagi pelakunya. Namun apabila ditinggalkan, padahal mampu, maka penguasa tadi berdosa.”
Abu Hamid al-Ghazali as-Syafi’i berkata, “Perkara yang kita benar-benar harus berhati-hati dan tidak serampangan adalah masalah takfir (pengkafiran). Karena menghalalkan darah dan harta orang-orang yang shalat menghadap qiblat, yang jelas-jelas mengucapkan Laa Ilaaha illallah dan Muhammad adalah utusan Allah, merupakan sebuah kesalahan. Sedangkan melakukan kesalahan dengan membiarkan seribu orang kafir hidup, itu lebih ringan kesalahannya dari pada menumpahkan darah seorang muslim.”
Untuk itulah, mengubur dalam-dalam fitnah takfir adalah kewajiban agama dan kebutuhan bermasyarakat. Hal ini tidak akan terwujud melainkan dengan cara membantah syubhat-syubhat orang-orang yang teracuni dengan pemikiran takfir yang menyimpang ini, menghilangkan segala yang melekat di otak dan merasuk di hati mereka, berupa penyelewengan di dalam memahami nash-nash al-Qur`an dan sunnah serta ucapan para ulama’.
Di dalam memerangi terorisme, Islam tidak cukup hanya memperingatkan akan bahaya ghuluw dalam takfir walaupun ini merupakan pokok dan pondasi terorisme. Namun Islam juga mengharamkan seluruh faktor dan sarana yang mengarah kepadanya, bahkan menakut-nakuti seorang muslim walaupun dengan maksud bercanda, baik dengan sengaja maupun tidak sengaja saja tidak diperbolehkan, lantas bagaimana dengan pembunuhan yang dilakukan tanpa landasan yang dibenarkan ?!
Imam Ahmad dan Imam Abu Dawud meriwayatkan, bahwa para sahabat pernah berjalan bersama Rasulullah n dalam suatu perjalanan. Salah seorang di antara mereka tidur dan sebagian mereka menuju wabl (senjata)nya dan mengambilnya. Tatkala orang tadi terbangun secara spontan ia merasa takut, sedangkan yang lainnya tertawa. Maka berkatalah orang tadi, “Apa yang menyebabkan kalian tertawa?” Mereka menjawab, “tidak ada apa-apa, hanya saja kami mengambil senjata ini, tiba-tiba ia merasa ketakutan.” Maka Rasululla bersabda,
لاَ يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يُرَوِّعَ مُسْلِمًا
Tidak halal (haram) bagi seorang muslim untuk menakuti-nakuti muslim lainnya.
Imam Syaukani mengatakan, “Di dalam hadits ini mengandung dalil atas tidak bolehnya menakut-nakuti seorang muslim walaupun hanya bercanda”.
Di dalam hadits riwayat Abu Hurairah -radhiallahu anhu- yang disepakati keabsahannya, Rasulullah -shallallah alaihi wa sallam- bersabda:
لاَ يُشِيْرُ أَحَدُكُمْ إِلَى أَخِيْهِ بِالسِّلاَحِ فَإِنَّهُ لاَ يَدْرِى أَحَدُكُمْ لَعَلَّ الشَّيْطَانَ يَنْزِعُ فِي يَدِهِ فَيَقَعُ فِي حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ
Janganlah seseorang diantara kalian mengacungkan senjata kepada saudaranya karena sesungguhnya kalian tidak tahu bisa jadi setan merenggut (nyawanya) melalui tangannya sehingga mengakibatkannya masuk ke lubang api neraka. (HR. Muslim)
Ibnu Hajar -rahimahullah- mengatakan, “Dalam hadits ini mengandung larangan terhadap segala hal yang bisa mengantarkan kepada bahaya, walaupun bahaya tersebut belum pasti terjadi, baik hal itu dilakukan dengan serius maupun bercanda”.
Dalan hadits shahih yang diriwayatkan Imam Muslim dari Abu Hurairah -radhiallahu anhu- beliau berkata, Abul Qosim Rasulullah -shallallah alaihi wa sallam- bersabda:
مَنْ أَشَارَ إِلَى أَخِيْهِ بِحَدِيْدَةٍ فَإِنَّ الْمَلاَئِكَةَ تَلْعَنُهُ حَتَّى يَدَعَهُ وَإِنْ كَانَ أَخَاهُ لأَبِيْهِ وَأُمِّهِ
Barangsiapa mengacungkan senjata tajam kepada saudaranya, maka para malaikat akan melaknatnya sampai dia meninggalkan perbuatan tersebut, walaupun saudara tersebut adalah saudara kandung sebapak dan seibu.
Dan dalam hadits Jabir yang disepakati keabsahannya, “Bahwa pernah ada seorang membawa beberapa busur panah di dalam masjid dengan menampakkan mata panah, maka orang tadi diperintahkan untuk mengambil mata panahnya agar tidak melukai orang muslim”.
Untuk itulah, apabila menakut-nakuti orang lain walaupun dalam bentuk canda dengan tanpa sengaja saja tidak diperbolehkan, lantas bagaimana dengan orang yang menumpahkan darah orang-orang yang tidak bersalah dan tanpa alasan yang benar?! Maka tidaklah heran apabila syariat Islam menyikapi tindakan terorisme dengan tegas dan keras, terlebih lagi terhadap perbuatan kriminal dan kesalahan-kesalahan besar, berupa keluar memberontak terhadap penguasa, mencabut janji dan baiat (ketaatan kepada penguasa), bersikap curang, khianat dan membunuh kaum muslimin dan orang kafir yang telah ada ikatan janji dan dijamin keamanannya, sehingga hal ini mencemarkan nama baik dan citra Islam serta menghalangi manusia untuk masuk ke dalam agama Islam !!
Cara untuk menghadapi ini semua, yaitu kita harus fokus memperhatikan sikap-sikap syariat dan ancaman hukum-hukum Ilahi yang dijanjikan Islam terhadap para teroris, agar mereka mau berhenti atau barangkali menjadi ingat ! Sehingga binasalah orang-orang yang binasa di atas hujjah (setelah ditegakkan hujjah) dan agar berhenti orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit yang senantiasa menuduh agama kita dengan terorisme dan kekejaman !
Majalah Adz-Dzakhiirah Al-Islamiyyah Ed 56 hal. 7-12
Sumber: http://dzakhirah.co.cc/2009/12/terorisme-anak-kandung-khawarij/
Senin, 01 Februari 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar